Kamis, 24 Januari 2008

sebuah subyektivitas koalisi presiden 2009

Pilpres 2009 akan segera berlangsung dan sudah menghangat, namun belum ada kepastian calon yang akan maju. Menarik jika sejenak mencermati SBY dan JK (bukan SBY-JK) dalam pencalonan nya dalam 2009. Melihat dengan sedikit bijaksana karena kedua orang ini (SBY dan JK) adalah pasangan presiden dan wakil dalam pemerintahan sekarang, apakah mereka berdua siap maju lagi? Apakah akan berpasangan lagi?

Kalau dicermati, SBY tentu akan melanjutkan kembali karena melihat Partai Demokrat yang masih merasa yakin dengan kekuataannya seperti tahun 2004 namun tidak punya lagi figur yang pantas dibawa maju. Tapi bagaimana dengan JK? Ini yang menjadi masalah sekarang ketika JK tidak menginginkan lagi berpasangan dengan SBY, melihat ego dalam pilpres 2004 JK mengalami masalah karena tidak dapat mencalonkan menjadi presiden karena terhambat struktur dan dukungan di internal Partai Golkar.

Kekhawatiran saat ini adalah jika JK tidak mau lagi berpasangan dengan SBY karena mereka berdua sedang dalam pemerintahan yang membutuhkan komunikasi dan kerjasama yang intens. Pemerintahan akan 'perang dingin' jika ada persaingan pilpres 2009 antara kedua belah pihak yang mengakibatkan pemerintahan agak goyah dan akan mengabaikan kepentingan rakyat yang harus diurus oleh kedua orang tersebut karena kedua orang ini sibuk bertarung dalam merebut kursi panas.

Sabtu, 19 Januari 2008

memaafkan Suharto

cukup tergerak ketika menuliskan hal ini, ditengah kerumunan orang juga menuliskan sesuatu tentang 'memaafkan' Soeharto. Diharian Kompas berbagai pembelaan banyak sekali muncul. Namun ada satu tulisan menarik yang ditulis oleh Adnan Buyung Nasution. Ditulisan itu Adnan menuliskan ''kita adili dulu Soeharto baru kita maafkan, demi tegaknya hukum".

hukum ini tegak karena pemimpin kita bisa menegakkannya dan mengajari rakyatnya dan tidak ada previlege tentang kedudukan dimata hukum, sekali lagi hukum ada karena ada rakyat yang menjalani sebagai aturan yang patut diikuti.

pada dasarnya dalam kasus Soeharto, tergerak hati semua orang ingin memaafkan namun demi tegaknya hukum kita maafkan nanti setelah yang berwenang mengadili. ingat, Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat).